Langsung ke konten utama

Sejarah Kerajaan Sunda

Sejarah Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda merupakan kerajaan termegah yang penah ada di Tatar Sunda. Kerajaan ini didirikan pada tahun tahun 591 Caka Sunda atau tahun 669 M menggantikan kerajaan Tarumanagara. Pendiri kerajaan ini adalah Tarusbawa dengan wilayah kekuasaan meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Provinsi Jawa Barat , dan bagian barat Provinsi Jawa Tengah.


Historiografi Kerajaan Sunda

Sejarah mengenai Kerajaan Sunda ditemukan pada sebuah prasasti bernama Prasasti Kebon Kopi II. Prasasti tersebut diperkirakan dibuat pada tahun 458 Saka atau bertepatan dengan tahun 536 Masehi yang ditulis dengan menggunakan aksara Kawi. Akan tetapi, bahasa yang digunakan dalam prasasti tersebut adalah bahasa Melayu Kuno. Tulisan dalam prasati tersebut berbunyi tentang tatanan pemerintahan dikembalikan pada kekuasaan raja Sunda berdasarkan ucapan Rakryan Juru Pangambat pada tahun 458 Saka.

Mengenai tahun yang tertulis pada prasasti tersebut menjadi bahan perdebatan di kalangan para peneliti. Menurut pendapat sebagian orang bahwa penyebutan tahun pada prasasti tersebut dibalik, yaitu tahun 854 Saka bukan 458 Saka. Tahun tersebut bertepatan dengan tahun 932 Masehi. Kesimpulan tersebut diambil karena tidak mungkin kerajaan Sunda telah pada masa itu, karena berdasarkan penelitian sebelumnya, masa tersebut merupakan pertengahan era Kerajaan Tarumanagara yang berdiri sejak tahun 358-669 Masehi. Sedangkan tahun 458 Saka bertepatan dengan tahun 536 Masehi.

1. Bukti dari Prasasti Sanghyang Tapak
Bukti lainnya menegenai kerajaan Sunda ini adalah Prasasti Sanghyang Tapak yang terdiri dari 40 baris dan ditulis pada empat batu dan ditulis dalam bahasa Kawi. Prasasti tersebut ditemukan di tepi Sungai Cicatih di Cibadak, Sukabumi dan kini menjadi salah satu koleksi Museum Nasional Jakarta.

Prasasti tersebut menceritakan tentang seorang raja Sunda bernama Maharaja Sri Jayabupati yang membuat aturan berupa sebuah larangan menangkap ikan di daerah suci Sanghyang Tapak dekat sumber sungai. Sampai perbatasan Sanghyang Tapak ditandai oleh dua pohon besar. Tanggal prasasti Jayabupati diperkirakan bertepatan dengan tanggal 11 Oktober 1030. Menurut Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati memerintah selama 12 tahun (952-964) saka (1030 – 1042 M).

2. Bukti Sejarah dari Luar Negeri
Bukti sejarah mengenai kerajaan Sunda tidak hanya terdapat di kawasan tanah air saja, namun juga di kawasan negara lainnya, seperti China dan Eropa. Berdasarkan pengakuan F. Hirt dan WW Rockhill, kedua peneliti tersebut mengatakan bahwa di daratan Cina terdapat bukti mengenai tanah Sunda berupa tulisan dalam bentuk catatan perjalanan.

Catatan tersebut diperkirakan dibuat pada masa Dinasti Sung Selatan, yang dikumpulkan oleh seoarng inspektur perdagangan dengan negara-negara asing, Chan Ju-kua. Chan mengumpulkan berbagai catatan dari hasil perjalanan para pelaut dalam menjelajah dunia-dunia baru di luar negeri Cina. Salah satu laporan datang dari seorang pelaut bernama Chu-fan-ci yang menyebutkan pelabuhan pelabuhan air di Sin-t'o (Sunda) dalam laporannya. Dalam laporan tersebut Chu-Fan-Chi bercerita tentang kehidupan masyarakat Sunda, apa yang mereka tanam, jenis pakaian dan bentuk rumahnya serta hasil penen mereka.

Bukti lainnya adalah sebuah buku berbahasa Cina yang berjudul "Shun-Feng Hsiang-Sung" dari sekitar 1430 M. buku tersebut memuat laporan perjalanan laut menjelajahi kawasan timur Kerajaan Sunda.
Selain itu, catatan mengenai keberadaan Kerajaan Sunda terdapat pula di Eropa. Catatan tersebut ditulis pada saat menjelang jatuhnya Kerajaan Sunda karena ditaklukkan oleh kekuatan Kesultanan Banten. Salah satu catatan tersebut berasal dari seorang penjelajah Portugal bernama Tome Pires dari Portugal, dalam laporannya yang berjudul "Summa Oriental (1513 - 1515)" ia menulis tentang luas kekuasaan Kerajaan Sunda, yang menurutnya setengah dari Pulau Jawa.

3. Awal Berdiriya Kerajaan Sunda
Berdasarkan naskah Wangsakerta dari Cirebon, Sunda merupakan sebuah kerajaan di bawah kekuasaan kerajaan Tarumanagara. Raja Tarumanagara yang terakhir, Sri Maharaja Linggawarman Atmahariwangsa Panunggalan Tirthabumi (666-669 M). Sang Raja menikah dengan Déwi Ganggasari dari Indraprahasta. Dari hasil pernikahan tersebut lahirlah dua orang putri yang masing-masing diberi nama Déwi Manasih sebagai putri sulungnya dan Sobakancana. Setelah mereka beranjak dewasa, kedua putri Raja pun menikah, putrid sulung menikah dengan Tarusbawa dari Sunda, sedangkan yang bungsu menikah dengan Dapuntahyang Sri Janayasa, pendiri kerajaan Sriwijaya.

Tidak lama kemudian sang Raja Linggawarman meninggal dunia, karena ia tidak memiliki seorang putra mahkota maka kekuasaan jatuh ke tangan menantunya, Tarusbawa. Hal ini menyebabkan penguasa Galuh, Wretikandayun (612-702) memberontak dan melepaskan diri dari Tarumanagara, kemudian mendirikan Kerajaan Galuh yang terlepas dari kerajaan Tarumanagara.

Tarusbawa kemudian memindahkan kekuasaannya ke wilayah Sunda, tepatnya di hulu sungai Cipakancilan di mana di daerah tersebut sungai Ciliwung dan sungai Cisadane berdekatan dan berjajar, dekat Bogor saat ini. Di sinilah Tarusbawa membangun Kerajaan Sunda, sedangkan Tarumanagara berada di bawah kekuasaannya. Pengangkatan Tarusbawa sebagai raja Sunda tercatat pada hari Radite Pon, 9 Suklapaksa, bulan Yista, tahun 519 Saka (kira-kira 18 Mei 669 M).

Beberapa tahun kemudian, Kerajaan Galuh yang dibangun atas kekecewaan Wretikandayun terhadap pengangkatan Tarusbawa pengganti Sri Maharaja Linggawarman setelah sepeninggalnya bersatu kembali. Penyatuan tersebut diawali dengan menikahnya Nay Sekarkancana Rahyang Sanjaya dari Galuh, sampai mempunyai seorang putera, Rahyang Tamperan. Sedangkan Tarusbawa tidak memiliki putra mahkota untuk menggantikannya karena sang putra mahkota wafat dalam usia muda.

Sanjaya adalah putra dari pasangan Sanaha Bratasenawa/Sena/Sanna, Raja Galuh ketiga sekaligus teman dekat Tarusbawa. Pada tahun 716 M Sena diturunkan secara paksa dari tahtanya di kerajaan Galuh oleh saudaranya sendiri, yaitu Purbasora. Purabsora dan Sena adalah saudara satu ibu, namun berbeda ayah.

Setelah peristiwa kudeta tersebut Sena beserta keluarganya menyelamatkan diri ke Pakuan Pajajaran, pusat Kerajaan Sunda, dan meminta pertolongan pada Tarusbawa. Hingga akhirnya, dengan bantuan dari kerajaan Sunda, Sanjaya yang merupakan penerus kekuasaan Galuh yang sah berhasil melengserkan Purbasora.

Pada tahun 723, Tarusbawa pun meninggal dunia, karena ia tidak memiliki seorang putra mahkota maka kekuasaan berada di tangan Sanjaya, sebagai menantunya yang telah menjadi penguasa Galuh. Akhirnya, di tangan Sanjayalah kerajaan Sunda dan Galuh disatukan dan terus begitu dari generasi ke generasi.Berikut adalah urutan raja-raja yang pernah memimpin Kerajaan Sunda menurut naskah Pangéran Wangsakerta (waktu berkuasa pada tahun Masehi):
1. Tarusbawa (menantu Linggawarman, 669 - 723)
2. Harisdarma, atawa Sanjaya (menantu Tarusbawa, 723 - 732)
3. Tamperan Barmawijaya (732 - 739)
4. Rakeyan Banga (739 - 766)
5. Rakeyan Medang Prabu Hulukujang (766 - 783)
6. Prabu Gilingwesi (menantu Rakeyan Medang Prabu Hulukujang, 783 - 795)
7. Pucukbumi Darmeswara (menantu Prabu Gilingwesi, 795 - 819)
8. Rakeyan Wuwus Prabu Gajah Kulon (819 - 891)
9. Prabu Darmaraksa (adik ipar Rakeyan Wuwus, 891 - 895)
10. Windusakti Prabu Déwageng (895 - 913)
11. Rakeyan Kamuning Gading Prabu Pucukwesi (913 - 916)
12. Rakeyan Jayagiri (menantu Rakeyan Kamuning Gading, 916 - 942)
13. Atmayadarma Hariwangsa (942 - 954)
14. Limbur Kancana (putera Rakeyan Kamuning Gading, 954 - 964)
15. Munding Ganawirya (964 - 973)
16. Rakeyan Wulung Gadung (973 - 989)
17. Brajawisésa (989 - 1012)
18. Déwa Sanghyang (1012 - 1019)
19. Sanghyang Ageng (1019 - 1030)
20. Sri Jayabupati (Detya Maharaja, 1030 - 1042)
21. Darmaraja (Sang Mokténg Winduraja, 1042 - 1065)
22. Langlangbumi (Sang Mokténg Kerta, 1065 - 1155)
23. Rakeyan Jayagiri Prabu Ménakluhur (1155 - 1157)
24. Darmakusuma (Sang Mokténg Winduraja, 1157 - 1175)
25. Darmasiksa Prabu Sanghyang Wisnu (1175 - 1297)
26. Ragasuci (Sang Mokténg Taman, 1297 - 1303)
27. Citraganda (Sang Mokténg Tanjung, 1303 - 1311)
28. Prabu Linggadéwata (1311-1333)
29. Prabu Ajiguna Linggawisésa (1333-1340)
30. Prabu Ragamulya Luhurprabawa (1340-1350)
31. Prabu Maharaja Linggabuanawisésa (yang gugur dalam Perang Bubat, 1350-1357)
32. Prabu Bunisora (1357-1371)
33. Prabu Niskalawastukancana (1371-1475)
34. Prabu Susuktunggal (1475-1482)
35. Jayadéwata (Sri Baduga Maharaja, 1482-1521)
36. Prabu Surawisésa (1521-1535)
37. Prabu Déwatabuanawisésa (1535-1543)
38. Prabu Sakti (1543-1551)
39. Prabu Nilakéndra (1551-1567)
40. Prabu Ragamulya atau Prabu Suryakancana (1567-1579)

4. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sunda
Kerajaan Sunda memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, bahkan ada yang mengatakan setengahnya dari luas Pulau Jawa. Berdasarkan penuturan seorang pendeta Hindu Sunda bernama Bujangga Malik pada abad ke-16, yang menjelajah dan mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di kawasan Pulau Jawa dan Bali, dalam penuturannya ia mengatakan bahwa batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah kawasan Ci Pamali yang sekarang dikenal sebagai Kali Brebes hingga Ci Serayu atau Kali Serayu sekarang di kawasan Provinsi Jawa Tengah.

Naskah yang merupakan catatan perjalanan pendeta Bujang Malik menjadi naskah kuno primer untuk menelusuri sejarah keberadaan Kerajaan Sunda. Naskah kuno tersebut dikenal dengan naskah primer Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627.

Selain naskah kuno Bujang Malik, bukti mengenai luas kekuasaan Kerajaan Sunda juga ditemukan pada Naskah Wangsakerta. Berdasarkan naskah tersebut wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga daerah yang saat ini menjadi Provinsi Lampung. Hal tersebut terjadi melalui pernikahan antara keluarga Kerajaan Sunda dan keluarga Kerajaan Lampung, namun secara geografis tempatnya terpisah dari Kerajaan Sunda karena dipisahkan oleh Selat Sunda. (Dari berbagai sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mau Jadi Apa Kamu Hari Ini?

http://www.massmailsoftware.com Seorang sahabat, atau katakanlah saudara, pernah mengatakan kepada saya dengan megutip perkataan seorang musisi mualaf bernama Yusuf Islam; “What I do today is important because I am exchanging a day of my life for it.” Yang artinya kira-kira, “Yang aku lakukan saat ini adalah penting karena saya menukar satu hari dalam hidupku untuk itu.” Dengan kata lain, mempergunakan sehari dalam hidup kita sebaik-baiknya setiap hari dan setiap waktu. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini. kita dan segala bentuk bernyawa lainnya, bahkan yang tidak bernyawa sekalipun, berubah setiap harinya, bahkan setiap detiknya. Kita yang dulu bukanlah kita yang sekarang dan begitupun di esok hari. Pengertiannya, perubahan dan pergantian tersebut adalah mutlak terjadi, baik kita sadari ataupun tidak. Seekor kupu-kupu misalnya, awalnya adalah seekor ulat kecil melata dan untuk sebagian orang terlihat jijik, mengalami evolus...

To be a Dream Fighter

Jangan salah artikan judul di atas. To be a dream fighter bukan berarti ‘menjadi petarung impian’, namun arti atau makna yang dimaksud adalah ‘menjadi pejuang mimpi’. Ya apalah artinya kita tanpa mimpi? Harta boleh kurang, pendidikan boleh rendah, tapi tanpa mimpi seseorang bukanlah siapa-siapa. Jadi, menjadi pemimpi bukanlah hal yang konyol bagi siapa pun, bahkan menjadi pemimpi adalah sebuah keharusan. Bukan pemimpi sembarang pemimpi, namun pemimpi yang memperjuangkan mimpi-mimpinya, karena hanya mimpi saja tanpa perjuangan sama saja bohong. Ada sebuah kata mutiara yang berbunyi, 'Tuhan tidak akan mengubah nasib seseorang, jika orang itu tidak mau melakukan perubahan pada dirinya sendiri.' Seseorang bermimpi menjadi penyanyi sukses, namun ia tidak pernah latihan, atau melakukan apa pun yang dapat menunjang terwujudnya mimpi tersebut. Yang ia lakukan hanya berdoa setiap hari, memohon kepada Tuhan supaya diwujudkan mimpinya, namun tanpa berbuat apa-apa kecuali berdoa. Mak...

Relativitas Keberuntungan

Saya sering berpikir mengapa orang lain lebih beruntung dibandingkan dengan saya? Mengapa saya tidak seberuntung orang lain? Saya sering nonton TV, dan saya sering menonton sebuah acara yang dipandu oleh orang yang awalnya hidup susah, lalu tiba-tiba keren, beken, dengan kata lain beruntung dan sekarang kaya raya. Katanya menurut gossip upah perbulannya hampir mencapai satu milyar rupiah, padahal kerjaannya sederhana – membuat orang ketawa, bahkan jadi bintang iklan segala. Banyak lagi artis di tanah air yang menurut pikiran saya begitu mudah berhasil dan tampaknya rezeki mudah datang kepada mereka. Saya katakan mereka sangat beruntung. Adapula seorang teman, ia adalah seorang penulis walau sekarang kurang aktif menulis lagi, penghasilannya dari menulis dapat mencapai ratusan juta rupiah, bahkan hingga tembus angka satu M, padahal hanya dari satu buku yang ia tulis. Lalu saya katakan ia memang beruntung, karena saya yang menulis puluhan buku penghasilan saya tidak se-“wah!” teman saya ...