Langsung ke konten utama

Benarkah Nilai Raport Itu Tidak Penting?


Beberapa waktu yang lalu, seorang kenalan bercerita saat pembagian raport anaknya, ia tampak
terbelalak melihat raport anakanya. Tak disangka tak dinyana sang buah hati mendapat ranking 23. Usut
punya usut,ternyata sebelumnya sang anak mendapat ranking 3 sebelum ia naik ke kelas 5. Bahkan,
berdasarkan akuannya, meskipun tidak pernah juara kelas, namun sang buah hati selalu masuk sepuluh
besar dan selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Di rumah ia selalu belajar, tidak pernah
abai akan tugas-tugas sekolahnya. Tujuannya satu, jadi juara kelas. Upayanya itu terlihat dari hasil
ranking yang didapatnya saat kenaikan kelas, sang buah hati berhasil menjadi juara tiga di kelas. Namun,
setelah duduk di bangku kelas 5, sang wali kelas menempatkannya di urutan ke-23. Si buah hati kecewa,
sampai nangis. Tentu saja kenalanku itu merasa sedih dan kecewa melihatnya, mengingat perjuangan
anaknya yang begitu besar. Di sisi lain, ada teman satu kelasnya yang tiba-tiba ranking dua, padahal ia
tidak pernah menonjol di kelas. Nilai hasil ujian pun masih kalah dari anak si ibu ini, bahkan katanya anak
ini suka bolos. Jelas ada yang aneh di sini.

Terdorong kekecewaan yang menimpa sang anak, kenalanku itu langsung menemui sang wali kelas. Dia
pertanyakan dasar si wali kelas memberikan anaknya ranking 23, padahal saat kelas 4 ia ranking 3. Sang
wali kelas pun menjawab, “Itu kan kelas 4, beda lagi dengan kelas 5. Lagipula, nilai itu tidak penting, bu.”
Si wali kelas itu langsung pergi begitu saja, meninggalkannya yang tampak tercengang dengan jawaban
yang ia dapat. Dengan kekecewaan yang masih bergelayut di kepala dan hatinya, kenalanku itu pun
pergi meninggalkan sekolah membawa sang buah hati yang masih terisak karena upaya kerasnya tidak
dihargai sang wali kelas.

Terlepas dari misteri motif si ‘wali kelas’ memberikan ranking 23 kepada siswa di atas, pertanyaannya
adalah apakah benar nilai itu tidak penting?

Memang nilai tidak penting, yang penting itu usahanya. Namun, suatu usaha dilakukan karena ada
tujuan. Dalam kasus yang dialami kenalan saya dan anaknya ini adalah nilai raport. Memang nilai raport
atau ranking di kelas tidak serta merta membuat si anak menjadi seorang dokter, berhasil dalam
kehidupannya, atau keberhasilan lainnya yang didambakan oleh orang tua. Namun, nilai-nilai tersebut
merupakan rekam jejak upaya si anak untuk meraih semua keberhasilan yang ingin dicapainya, sebuah
penghargaan atas jerih payahnya. Bahkan di dalam ibadah pun kita mencari nilai. Bukankah tujuan
beribadah adalah untuk menambahkan nilai, yaitu nilai pahala dari Allah? Besar kecilnya pahala
tergantung pada nilai dari ibadah yang dilakukan. Jika nilai ibadahnya bagus, berarti semakin besar pula
pahala yang akan didapatnya.

Jangankan dalam urusan ibadah, dalam urusan kerja pun kesuksesan seorang karyawan atau pengusaha
tergantung dari nlai usaha yang dikerjakannya. Jika sang atasan atau relasi bisnisnya menilainya baik dan
lebih tinggi jika dibandingkan dengan karyawan lainnya, tentunya ia akan mendapatkan penghargaan
khusus dari atasannya, bisa juga dia naik kelas dan menempati jabatan baru yang lebih tinggi. Memang
nilai itu hanya rentetan angka, tidak lebih, namun di balik nilai angka ini terdapat upaya, ada usaha, ada
kerja keras.

Dalam agama, kita juga diajarkan tentang konsep punishment and reward. Seorang yang rajin ibadah, 
dengan kualitas ibadah yang baik, maka ia mendapatkan surga sebagai reward. Sebaliknya, jika ia lalai 
dan selalu bermalas-malasan sehingga malaikat menilai bahwa nilai ibadahnya buru, terpaksa ia harus 
merasakan dulu nereka sebagai punishment karena lalai akan perintah Allah. Punishment and reward 
adalah dua hal yang menjadi pemicu seseorang untuk meningkatkan kemampuan atau kualitas kerjanya. 
Jika orang itu abai akan hukuman dan tidak peduli dengan penghargaan, hasilnya adalah ketidakjelasan 
kalau bukan kemunduran. Ia tidak memiliki tujuan yang jelas , yang berujung pada tidak adanya motivasi 
untuk maju. Bagi siswa yang malas belajar, punishment yang ia dapatkan adalah nilai yang buruk di 
raport, hingga tidak naik kelas. Sedangkan, reward bagi anak yang rajin belajar adalah mendapatkan nilai 
yang besar di raport dan menjadi juara kelas.

Kembali ke persoalan nilai raport di atas, deretan nilai raport yang dimiliki siswa, sekali lagi, memang 
hanyalah deretan angka belaka, tidak bisa diperjual-belikan, tidak akan laku jikapun digadaikan. Namun, 
bagi si siswa, nilai-nilai tersebut bukan hanya sekadar deretan angka saja. Nilai-nilai tersebut merupakan 
tanda penghargaan atas upaya yang dilakukan si anak selama ia melakukan kegiatan belajar, atas kerja 
kerasnya, atas segala waktu yang si anak luangkan untuk belajar. Nilai-nilai tersebut adalah bentuk 
pengakuan terhadap si anak akan kemampuannya.

Berbeda kiranya jika si anak sudah bekerja keras dalam belajar, berusaha untuk tidak curang dan benar-
benar mengerjakan soal-soal ulangan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, kendatipun ia sadari 
bahwa sulit sekali baginya mengerjakan soal-soal tersebut. Saat pembagian raport, ia mendapati nilainya 
biasa-biasa saja, jangankan menjadi juara kelas, masuk 10 besar pun tidak. Kiranya inilah momen yang 
tepat mengucapkan apa yang diucapkan oleh si wali kelas di atas, bahwa nilai itu tidak penting. Namun, 
tekankan pula kepada si anak bahwa yang penting itu upayanya dan kejujurannya. Kemudian, lengkapi 
pernyataan tesebut dengan motivasi untuk terus berusaha, karena sikap kerja keras inilah yang pada 
akhirnya akan membentuk dirinya menjadi seorang pemenang. Tidak ada kemenangan tanpa kerja 
keras, dan kerja keras selalu bermuara kepada keberhasilan dan kemenangan.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

I Choose, I Live

I Choose, I Live Pernah dengar ungkapan di atas? Saya tidak mendengarnya tapi membacanya di selebaran pamphlet sebuah iklan rokok, saya lupa merknya apa. Entah apa yang ada di benak para produsen rokok yang selalu mengenalkan jargon-jargon yang menggebrak, memotivasi, menjadi diri sendiri, padahal produk yang mereka tawarkan adalah racun mematikan. Tapi, biarlah namanya juga jualan selalu ada strategi dagang supaya cepat laku dan untung besar. Toh, lapangan kerja terbuka lebar bagi masyarakat. Oke, kembali lagi ke pembahasan I choose, I live , apa kira-kira makna yang terkandung dari kata-kata tersebut? Apa yang dipilih, apa yang membuat hidup. Kalau saya simpulkan menurut pandangan dan pemahaman saya, hidup adalah pilihan di saat kita memilih untuk hidup. Karena kita hidup tentu saja kita akan dihadapkan oleh berbagai pilihan hidup. Dan saya yakin di dunia ini tidak ada satu individu pun yang ingin hidup sengsara, semua pasti memilih hidup makmur, bergelimang harta, bahagia, atau s

Makna dan Hikmah Setia Kawan

Makna dan Hikmah Setia Kawan             Ada pepatah mengatakan bahwa memiliki satu musuh adalah lebih dari cukup, sedangkan memiliki ribuan kawan adalah jauh dari cukup. Oleh karena itu, kita harus selalu menjalin pertemanan di manapun dan kapanpun dengan siapapun tak terkecuali. Sayangnya, menjalin pertemanan terkadang lebih sulit ketimbang mencari permusuhan. Bahkan yang tadinya berkawan erat pun bisa menjadi musuh. Suatu hal yang miris, sungguh ironis, dan tentu saja hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Di sinilah pentingnya memupuk rasa setia kawan.           Sebenarnya sesama umat manusia itu adalah bersaudara, selama kita tinggal satu atap, hidup di bawah langit yang sama, menghirup udara yang sama kita harus bisa hidup berdampingan, toh kita sama-sama ciptaan Tuhan. Bahkan, jika kita mengingat bahwa kita ciptaan Tuhan, kita pun harus menghargai hak hidup makhluk lainnya, seperti hewan dan tumbuhan. Jika saja di muka bumi ini terjalin perasaan setia kawan yang erat, buk

Ngomik, Yuk!

http://bitread.id/book_module/book/view/830/ngomik_yuk Ngomik, Yuk! Merupakan buku berjenis how to tentang bagaimana membuat komik bagi pemula. Judul buku dibuat dengan nada ajakan seolah mengajak siapapun untuk ngomik. Dengan kata lain, dengan buku ini penulis menegaskan bahwa siapapun bisa ngomik dan mengajak siapapun yang tertarik dengan komik untuk membuatnya, sekalipun belum bisa menggambar. Oleh karena itu, buku ini diperuntukkan bagi para pemula yang ingin mencoba terjun menggeluti dunia komik. Yang namanya pemula bisa siapa saja, entah anak sekolah, anak kuliah, ibu rumah tangga, pekerja swasta, siapapun yang entah kenapa tertarik ingin membuat komik. Karena dirancang untuk pemula, sebelum masuk ke ranah teknis, penulis terlebih dahulu mengajak pembaca untuk berkenalan dengan komik, mulai dari apa yang disebut dengan komik, sejarahnya, elemen apa saja yang menyusunnya, apa saja yang dibutuhkan untuk membuatnya, hingga bagaimana cara membuatnya. Apa itu komik? D