Langsung ke konten utama

To be, or not To Be - That is The Question


Memiliki mimipi bagi setiap orang adalah keharusan karena mimpi adalah landasan seseorang untuk melangkah dan juga alasan untuk hidup. Namun, tidak dapat dipungkiri juga bahwa tidak semua orang merasa berhak atas kepemilikan mimpi ini dan tetap berada pada dunia kenyataan yang baginya kurang menguntungkan. Daripada harus bermuluk-muluk mimpi lebih baik mempersiapkan kesabaran untuk kenyataan hidup di hari esok, biarlah mimpi menjadi kembang tidur saja.

Getirnnya kenyataan hidup pernah aku rasakan dan mungkin juga untuk sebagian orang. Bukan itu saja akupun mengalami krisis identitas dan hilang bentuk. Karena apa? Ya, itu dia urusan mimpi. Saat ini aku bermimpi menjadi seorang penulis hebat, walaupun tidak harus best seller karya tulisku dan melanjutkan kuliah S2 – S3, menjadi dosen, dan juga aktif menulis apapun yang aku sukai. Namun apa daya tangan tak sampai modalku benar-benar cekak. Dana pendidikan yang aku titik-beratkan dari hasil menulis harus aku pertimbangkan lagi setelah aku sadar bahwa hasil tuliasanku belum cukup bernilai jual. Memang setelah kubaca hasil tulisanku begitu adanya, terkadang gurih dan terkadang hambar, bahkan pahit dan tidak bergizi. Mengapa demikian? Aku sadar dan aku akui bahwa aku melupakan satu hal yang merupakan salah satu sisi mata uang, khususnya di bidang menulis, yaitu membaca. Di dunia susastra ini membaca dan menulis merupakan dua sisi yang tidak dapat terpisahkan seperti dua sisi mata uang, namun rupanya selama ini aku hanya melihat sisi menulisnya saja demi suatu nomina rupiah dan melupakan sisi lainnya, yaitu membaca.

Aku menggeluti bidang tulis menulis sejak bangku kuliah, karena memang itu suatu tuntutan seorang mahasiswa apapun jurusannya, apalagi jurusanku adalah sastra. Jadi, dunia tulis menulis bukanlah hal yang asing lagi. Padahal sebenarnya dunia yang membesarkan nama Andrea Hirata ini adalah dunia yang sangat asing bagiku. Selain itu, sama sekali aku tidak tertarik jika harus terjun di dalamnya, karena sejak aku mengenal dunia kartun, anime, manga, dan teman-temannya. Aku yakin sekali bahwa dunia tersebut adalah duniaku dan suatu hari aku akan hidup dari dunia itu, saat itu itulah mimpiku. Dan bagaimana dengan menulis? Sungguh hal itu adalah dunia yang sangat asing, bagaimana bermimpi menjadi penulis jika membaca saja aku kurang suka. Hingga akhirnya aku terjun di dunia penerbitan sebagai editor dan secara bertahap menjadi penulis. Dari sini aku mulai melihat suatu orientasi baru, yaitu menulis.


Menjadi seorang editor mau tidak mau aku harus membaca dan menulis karena memang itulah tugas seorang editor, membaca naskah penulis, menyuntingnya dan menyempurnakannya sehingga suatu naskah menjadi layak baca dan bernilai jual. Setiap hari aku bergulat dengan naskah, dengan bahasa, dengan kalimat, dengan kata-kata, dan dengan huruf-huruf. Setiap hari aku meggali makna, menggali intisari, menggali ide pengarang, hingg aku dapat menangkap apa yang kurang dan lebih serta meyempurnakan naskah tersebut. Sedikit demi sedikit aku mulai memasuki dunia jurnalistik ini hingga aku menyelam di dalamnya. Betapa aku melihat banyak peluang bagus di sini, hanya saja aku tidak tahu dari mana aku harus memulai, kendati pekerjaanku merupakan bagian dari dunia ini.


Kini aku memiliki mimpi baru sebagai orientasi hidup – menjadi penulis. Lagipula aku telah menghabiskan beberapa tahun di bidang editing. Jadi, mengapa tidak sekalian saja aku terjun di dunia penulisan. Aku menjadi semakin alert jika ada peluang menulis, baik itu perlombaan menulis maupun tawaran menulis dari beberapa penerbit tetangga. Dan dari peluang-peluang itulah aku pun mendapatkan profit dengan nomina yang variatif. Dengan demikian, apakah ini berarti aku sudah menjadi penulis (professional)? Untuk saat itu aku mengiyakan pertanyaan tersebut, namun sekarang apakah benar demikian?


Tiga tahun terakhir ini aku memang telah menulis puluhan buku dengan aneka ragam tema, sebagian bernilai profit dan sebagian lagi merupakan bagian dari tugas kantor (profit yang didapat hanyalah gaji bulanan saja dengan minus bonus). Dari puluhan buku-buku tersebut semuanya merupakan buku-buku proyek pemerintah untuk memenuhi program DAK (Dana Alokasi Sekolah), yang intinya bukan untuk free market, dengan begitu otomatis kurang memiliki konsep idealis sehingga memunculkan kesan; asal sesuai dengan permintaan penerbit buku-buku tersebut layak jual, masalah bagus tidaknya itu tidak jadi soal. Dari sini muncul lagi pertanyaan, apakah aku sudah benar-benar menjadi penulis? Mungkin dari segi teknis iya aku penulis karena telah menghasilkan puluhan karya tulis, namun secara idealis itu suatu tanda tanya besar.


Tanda tanya itu kini menghantuiku, apakah benar aku ini telah menguasai dunia kuli tinta ini? Sudah menjadi aturan yang tersirat jika ingin menjadi penulis syaratnya adalah menjadi pembaca, jika aku seorang penulis mengapa membaca masih terasa asing bagiku? Renungan ini sekaligus jawaban dari pertanyaanku, yaitu menjadi penulis handal, hebat, bernilai jual, dan juga berpotensi best seller, sayaratnya adalah mengenal peralatan yang paling mendasar dari profesi Ajip Rosidi ini, yaitu mengenal kata, mengenal kalimat, mengenal bahasa, menyelaminya lebih dalam hingga menjadikannya bagian dari diri pribadi. Untuk itu hanya ada satu cara, yaitu menjadi pembaca yang baik, pembaca yang kritis, pembaca yang pandai menangkap makna, sehingga menjadikan buku atau bahan bacaan lainnya sebagai cemilan sehari-hari, tidak perlu sebagai menu utama, karena terkadang menu utama ini tidak terbeli, walaupun terbeli, dimakan hanya pada waktu-waktu tertentu saja, sehingga terkadang lupa karena kesibukan, dan juga terkadang malas untuk melahapnya. Akan tetapi, cemilan mudah didapat, bisa dimakan di mana saja, harganya murah dan cemilan selalu menggugah selera.


Dari sini muncul lagi pertanyaan baru, kapan aku harus mulai menulis? Karena kalau tidak menulis berarti tidak ada profit, tidak ada profit tidak ada masukan tambahan sedangkan kebutuhan hidup terus meningkat tanpa kompromi. Well, jika aku tercebur pada pertanyaan-pertanyaan yang mempresentasikan kekhawatiranku, aku teringat akan sautu ungkapan seorang lakon Hamlet karya Shakespeare dalam Act 3, Scene 1; Suicide, yaitu “To be, or not to be – that is the question.” Saat ini aku harus menjadi seorang pembaca yang baik, bukan berarti berhenti menulis dan bukan berarti pula mengacuhkan pula dari berbagai tawaran menulis, namun menabung ilmu untuk menjadi yang terbaik. Berapa lama? Diri inilah yang dapat menjawabnya. “I am a writer to be, or not the one – that is the question. And the answer is to be a good reader, and then I shall be the one.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mau Jadi Apa Kamu Hari Ini?

http://www.massmailsoftware.com Seorang sahabat, atau katakanlah saudara, pernah mengatakan kepada saya dengan megutip perkataan seorang musisi mualaf bernama Yusuf Islam; “What I do today is important because I am exchanging a day of my life for it.” Yang artinya kira-kira, “Yang aku lakukan saat ini adalah penting karena saya menukar satu hari dalam hidupku untuk itu.” Dengan kata lain, mempergunakan sehari dalam hidup kita sebaik-baiknya setiap hari dan setiap waktu. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini. kita dan segala bentuk bernyawa lainnya, bahkan yang tidak bernyawa sekalipun, berubah setiap harinya, bahkan setiap detiknya. Kita yang dulu bukanlah kita yang sekarang dan begitupun di esok hari. Pengertiannya, perubahan dan pergantian tersebut adalah mutlak terjadi, baik kita sadari ataupun tidak. Seekor kupu-kupu misalnya, awalnya adalah seekor ulat kecil melata dan untuk sebagian orang terlihat jijik, mengalami evolus...

How to Develop Your Reading Skill

By: Omettokun Membaca merupakan kegiatan yang sederhana dan mudah. Siapapun dapat membaca jika ia tidak buta huruf. Akan tetapi, membaca yang benar, memahami benar bahan bacaannya dan menjadikan membaca sebagai kegiatan harian tentu saja tidak semua orang melakukannya, apalagi yang menjadi bahan bacaannya adalah bahasa asing seperti bahasa Inggris. Orang yang hobi baca sekalipun belum tentu ngeuh untuk melahap materi berbahasa asing. Kendati demikian, saat ini penguasaan bahasa Inggris menjadi salah satu kriteria yang harus dikuasai oleh setiap orang, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, bahasa Inggris telah menjadi bahasa yang tidak asing meskipun masih dalam setatus asing.

Relativitas Keberuntungan

Saya sering berpikir mengapa orang lain lebih beruntung dibandingkan dengan saya? Mengapa saya tidak seberuntung orang lain? Saya sering nonton TV, dan saya sering menonton sebuah acara yang dipandu oleh orang yang awalnya hidup susah, lalu tiba-tiba keren, beken, dengan kata lain beruntung dan sekarang kaya raya. Katanya menurut gossip upah perbulannya hampir mencapai satu milyar rupiah, padahal kerjaannya sederhana – membuat orang ketawa, bahkan jadi bintang iklan segala. Banyak lagi artis di tanah air yang menurut pikiran saya begitu mudah berhasil dan tampaknya rezeki mudah datang kepada mereka. Saya katakan mereka sangat beruntung. Adapula seorang teman, ia adalah seorang penulis walau sekarang kurang aktif menulis lagi, penghasilannya dari menulis dapat mencapai ratusan juta rupiah, bahkan hingga tembus angka satu M, padahal hanya dari satu buku yang ia tulis. Lalu saya katakan ia memang beruntung, karena saya yang menulis puluhan buku penghasilan saya tidak se-“wah!” teman saya ...