Langsung ke konten utama

LSP Penulis dan Editor, Ada Apa Dengannya?




Ada yang bilang, seorang penulis adalah seorang yang berada di puncak peradaban dunia. Dengan adanya penulis, ilmu dan peradaban terabadikan untuk generasi berikutnya. Sebagaimana sel yang saling mengirimkan informasi demi kelangsungan hidup, begitupun juga dengan menulis sehingga peradaban dan ilmu pengetahuan tidak punah begitu saja.

Siapapun bisa menulis. Pun pekerjaan menulis bukan hanya milik orang yang memiliki latar belakang kesusastraan. Bagi saya pribadi, siapapun bisa menjadi penulis, asalkan dia memiliki kemampuan untuk menulis. Menjadi seorang penulis, tidak terlepas dari kegiatan membaca. Jadi, siapapun yang senang membaca berarti dia memiliki modal dasar sebagai penulis. Lantas, orang yang tidak suka membaca tidak memiliki kemampuan menulis? Bagaimanapun dengan membaca berarti dia memiliki tabungan kosa kata dan diksi. Inilah yang menjadi modal dasar sebagai seorang penulis.

Lalu, perlukah seorang penulis memiliki sertifikasi? Apa tujuan dari sertifikasi dalam menulis? Untuk meningkatkan rating pendapatankah? Meningkatkatkan order menulis? Supaya bisa lebih diakui? Bagaiamana dengan idealisme? Apakah dengan adanya LSP ini tidak akan mengganggu idealisme karena dengan adanya sertifikasi berarti adanya barrier atau rambu-rambu yang harus dipatuhi.Hal ini banyak disampaikan oleh beberapa rekan penulis, termasuk saya sendiri.

JIka kembali pada paragraf kedua siapapun bisa menulis. Kenyataannya memang demikian. Bahkan sering kali yang tidak memiliki pengalaman menulis pun ikut-ikutan menulis dengan berbagai alasan, terutama materi. Ya, memang tidak menutup kemungkinan seorang penulis bisa sejahtera di bidang literasi ini. Hal ini pun banyak dialami oleh beberapa penulis, baik dari dalam maupun luar negeri. Atas iming-iming tersebut siapapun, selama ia melek bahasa,ia bisa menulis. Ditambah lagi dengan mudahnya akses internet untuk mendapatkan berbagai bahan rujukan. Bahkan, tidak sedikit, termasuk penulis senior sekalipun yang tergiur dengan iming-iming materi ini: selama dapat memenuhi target yang diminta oleh penerbit, demi pundi-pundi rupiah dapat segera didapat sekalipun harus copy paste..

Saya termasuk salah satu yang mempertanyakan adanya uji kompetensi menulis ini. Bukan hanya mempermasalahkan soal idealisme, tetapi juga gengsi, kalau misalnya tidak lulus bagaimana jadinya. Kendati demikian, segala sesuatu pasti ada tantangannya. Adanya uji kompetensi menulis ini adalah level tantangan dalam karir menulis, khususnya di Indonesia. Jika seorang penulis yakin dengan keprofesiannya, hal ini tentu saja tidak akan menjadi masalah, tidak perlu menjadi momok. Lagipula, betul sekali dengan apa yang disampaikan dalam pembukaan kegiatan uji kompetensi ini: adanya kegiatan uji kompetensi penulis dan editor menjadi salah satu penghargaan bagi penulis, khususnya bagi yang memilih profesi sebagai penulis profesional. Bismillah... berasama Ibu Inggrid sebagai assessor yang katanya berjiwa belia, semoga kegiatan sertifikasi ini memberikan kebaikan dan manfaat, khususnya bagi penulis. (RK)
  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna dan Hikmah Setia Kawan

Makna dan Hikmah Setia Kawan             Ada pepatah mengatakan bahwa memiliki satu musuh adalah lebih dari cukup, sedangkan memiliki ribuan kawan adalah jauh dari cukup. Oleh karena itu, kita harus selalu menjalin pertemanan di manapun dan kapanpun dengan siapapun tak terkecuali. Sayangnya, menjalin pertemanan terkadang lebih sulit ketimbang mencari permusuhan. Bahkan yang tadinya berkawan erat pun bisa menjadi musuh. Suatu hal yang miris, sungguh ironis, dan tentu saja hal itu tidak boleh dibiarkan terjadi. Di sinilah pentingnya memupuk rasa setia kawan.           Sebenarnya sesama umat manusia itu adalah bersaudara, selama kita tinggal satu atap, hidup di bawah langit yang sama, menghirup udara yang sama kita harus bisa hidup berdampingan, toh kita sama-sama ciptaan Tuhan. Bahkan, jika kita mengingat bahwa kita ciptaan Tuhan, kita pun harus menghargai hak hidup makhluk lainnya, ...

I Choose, I Live

I Choose, I Live Pernah dengar ungkapan di atas? Saya tidak mendengarnya tapi membacanya di selebaran pamphlet sebuah iklan rokok, saya lupa merknya apa. Entah apa yang ada di benak para produsen rokok yang selalu mengenalkan jargon-jargon yang menggebrak, memotivasi, menjadi diri sendiri, padahal produk yang mereka tawarkan adalah racun mematikan. Tapi, biarlah namanya juga jualan selalu ada strategi dagang supaya cepat laku dan untung besar. Toh, lapangan kerja terbuka lebar bagi masyarakat. Oke, kembali lagi ke pembahasan I choose, I live , apa kira-kira makna yang terkandung dari kata-kata tersebut? Apa yang dipilih, apa yang membuat hidup. Kalau saya simpulkan menurut pandangan dan pemahaman saya, hidup adalah pilihan di saat kita memilih untuk hidup. Karena kita hidup tentu saja kita akan dihadapkan oleh berbagai pilihan hidup. Dan saya yakin di dunia ini tidak ada satu individu pun yang ingin hidup sengsara, semua pasti memilih hidup makmur, bergelimang harta, bahagia, atau s...

Mari Bersepeda dan Bersenang-senang

Judul: Let's GOWES & Fun Penulis: Rohmat Kurnia Penerbit: Satu Nusa, Bandung Tahun: 2013 Halaman:  218 Harga: Rp22.500,-   Akhir-akhir ini fenomena bersepeda mulai menampakkan lagi geliatnya setelah terlena oleh invasi kendaraan bermotor. Seperti yang kita ketahui bahwa sudah lama kita dilenakan oleh berbagai macam merek dan jenis kendaraan bermotor. Apalagi varian yang diberikan juga cukup menggiurkan, mulai dari desain body yang keren hingga spek motor yang tinggi, namun masih tetap terbeli. Maksudnya, tidak mampu beli kontan bisa lewat jalur kredit, tentu saja prosesnya pun cukup mudah pula, hanya modal KTP atau kartu keluarga saja tunggangan favoritpun sudah bisa dimiliki, plus dengan uang muka yang cukup masuk akal dan bersahabat dengan kantong manapun. Lihat saja berbagai merek motor tidak pernah absen menjejali jalanan di jam-jam sibuk. Bahkan motor-motor besar dengan harga di atas 30jt-an kian berseliweran di jalan raya meskipun kondisi la...