http://www.massmailsoftware.com
Seorang sahabat, atau katakanlah saudara, pernah mengatakan kepada saya dengan megutip perkataan seorang musisi mualaf bernama Yusuf Islam; “What I do today is important because I am exchanging a day of my life for it.” Yang artinya kira-kira, “Yang aku lakukan saat ini adalah penting karena saya menukar satu hari dalam hidupku untuk itu.” Dengan kata lain, mempergunakan sehari dalam hidup kita sebaik-baiknya setiap hari dan setiap waktu. Hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini.kita dan segala bentuk bernyawa lainnya, bahkan yang tidak bernyawa sekalipun, berubah setiap harinya, bahkan setiap detiknya. Kita yang dulu bukanlah kita yang sekarang dan begitupun di esok hari. Pengertiannya, perubahan dan pergantian tersebut adalah mutlak terjadi, baik kita sadari ataupun tidak. Seekor kupu-kupu misalnya, awalnya adalah seekor ulat kecil melata dan untuk sebagian orang terlihat jijik, mengalami evolusi menjadi kepompong, hingga berubah menjadi kupu-kupu bersayap indah, dan akhirnya mati. Begitupun dengan kita, sebagai manusia yang memiliki akal pikiran, perasaan, dan kesadaran akan ke’aku’annya, mengalami evolusi mulai dari setetes air mani, kemudian segumpal daging, selanjutnya janin, bayi, hingga beranjak dewasa, menua dan tutup usia. Semuanya berubah seiring dengan waktu dan tidak ada satupun yang tetap. Apakah perubahan tersebut bisa dihindari, ataukah untuk ditakuti? Jawabannya adalah untuk dihargai dan dinikmati.
Dahulu seeorang mendiang biduan pernah mengungkapkan kegelisahannya menjadi tua. Kekhawatiran tersebut ia kemukakan bukan saja pada istri dan orang-orang terdekatnya, namun juga pada khalayak ramai melalui media televisi. Setelah itu, entah apakah anugerah karena keinginannya terkabul ataukah sebuah ironi karena pada akhirnya ia meninggal di usia yang relative muda.
Ada lagi curhatan seorang teman yang lebih senior, yang juga seorang atasan dengan jabatan Kepala Bagian dan meningkat menjadi Manajer, usianya entah mungkin kepala empat akhir atau mungkin kepala lima awal. Ia sempat mengeluh mengapa ia baru sadar di usia yang sudah uzur ini? beliau berkata demikian pada saat perusahaan tempatnya mengabdi tidak menghargai loyalitas dan kerja kerasnya, bahkan malah pihak perusahaan yang menuntut ini – itu tanpa memedulikan kesusahan dan keadaannya. Ditambah lagi dengan penghasilan yang tidak sesuai dengan bobot pekerjaan dan tanggung jawab. Ketertekanan yang si manajer rasakan menyulut keinginan yang menggebu untuk segera hengkang dari perusahaannya, namun apa daya usia sudah uzur, tanaga sudah loyo, kreativitas menurun, tidak ada lagi daya saing dan ditambah lagi tanggungan menghidupi keluarga (anak dan istri) yang membuatnya terpaksa menerima kenyataan nasibnya.
Si biduan di atas tampaknya kurang menikmati hidupnya kendati ia memiliki segalanya (materi), karena ketakutan menjadi tua begitu membebani pikirannya, padahal menjadi tua adalah suatu hal yang pasti dan mutlak karena itu adalah hukum alam. Sedangkan sang manajer sadar akan keadaannya dan menerimanya, namun tanpa sebuah usaha untuk beranjak ke kehidupan dan individu yang lebih baik, sehingga sepanjang perjalanan hidupnya adalah pasrah akan nasibnya dan membiarkan perusahaan tempatnya mengabdi menatur jalan hidupnya. Oleh karena itu, setiap hari adalah beban berat baginya.
Jika diperhatikan ada benang merah yang bisa diambil dari kedua contoh di atas, yaitu keduanya tidak sama-sama menikmati hidup dan tidak menerima hidup apa adanya (menghargai hidup). Sehingga hidup serasa menjadi beban berat yang harus dipikul sepanjang masa.
Dalam permasalahan ini, waktu jelas bukanlah objek yang harus dipermasalahkan, seperti yang dikeluhkan oleh si manajer. Bukankah Einstein pernah mengatakan bahwa waktu adalah hal yang relative? Jadi, permasalahannya adalah kembali kepada individu itu sendiri, apakah ada kesadaran untuk berubah dan mencoba menjadi individu yang lebih baik ataukah tidak, walau hanya sehari saja, yaitu hari ini? mengapa harus hari ini saja? Karena tidak ada hari kemarin tanpa hari ini, begitupun dengan hari esok yang sesungguhnya adalah hari ini. Dengan begitu, hari ini harus benar-benar lebih baik, bahkan yang terbaik.
Menentang garis hidup sama dengan menentang ombak di lautan, begitupun dengan hanya berdiam saja tanpa ada usaha konkrit untuk mengubah nasib, maka yang terjadi adalah menanti ombak tersebut menggulung dan menenggelamkannya. Mengapa tidak kita coba saja untuk sehari melepaskan beban dan segala kekhawatiran atau ketakutan kita untuk mencoba berselancar menunggangi ombak tersebut, menikmati ketegangannya dan merasakan keseruannya, jika jatuh bangkit lagi, berusaha lagi hingga menjadi mahir. Dan setelah mahir dipastikan tidak ada lagi rasa khawatir ataupun takut, yang ada adalah ketagihan untuk tantangan berikutnya.
Menyadari kesalahan dan kekurangan adalah hal baik, namun alangkah lebih baik jika tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya dan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik. Tidak ada kata terlambat atau menyesal karena segala sesuatu itu butuh proses. Seorang Thomas Alva Edison menemukan ribuan cara dan proses untuk menemukan sebuah lampu pijar, bukan ribuan kegagalan seperti yang dikatakan orang-orang. Dengan pola pikirnya itu , ia menemukan cara-cara lain untuk temuan-temuannya yang lain dan tidak ada waktu untuk berkeluh kesah. Thomas rupanya telah berhasil menjadi yang terbaik untuk satu hari, yang mengantarkannya menjadi yang terbaik untuk sepanjang hayatnya. Tentu saja masih banyak lagi contoh-contoh hebat lainnya yang patut untuk ditiru dan diresapi maknanya. Mengalami kegagalan di setiap usaha adalah hal biasa, namun jika menyerah pada kegagalan tersebut, itu adalah bencana. Jadi, mau menjadi apakah kita hari ini? Sudahkah kita berlaku lebih baik?
Sip setuju! Menjadi yang terbaik, yosh!
BalasHapusaku ingin menjadi superman
BalasHapusjadi superman
BalasHapus