Di tengah sengitnya berjibaku dengan tantangan
klasik kaum penulis, ditambah lagi dengan kantuk yang kian mendera, penderitaan
kian menjadi saat kopi tinggal seperempat gelas. Semkin mumet pikiran ini.
Tiba-tiba, hp pintarku berbunyi. Suaranya khas bahwa pesan WA masuk. Sejenak tidak aku gubris, mungkin teman-teman
di grup
alumni kampus yang ngajak cuap-cuap. Jadi, aku cuek dan istoqamah
bergelut dengan penyakit kaum
penulis, writer’s block.
Kala ide tak kunjung tiba dan kantuk yang
semakin menggila, aku pun teringat pesan WA yang masuk beberapa saat yang lalu.
Setelah dibuka ternyata itu pesan dari pemimpin penerbit langgananku, yang rela
dan ikhlas mau menerima dan menerbitkan naksah-naskahku. Isi pesan itu adalah
sebuah undangan, undangan penghargaan penulis terbaik dari KPK yang bekerja
sama IKAPI Pusat. Acara tersebut sendiri bertajug Indonesia Membumi (Menggagas dan
Menerbitkan Buku Melawan Korupsi) yang merupakan salah satu upaya
KPK dalam pemberantasan korupsi, yang kian menggila dari waktu ke waktu di tanah air tercinta ini.
Bahagia, bangga campur bingung, buku yang mana
nih, yang dapat penghargaan? Lupa-lupa ingat. Sepulang dari kantor langsung saja aku buka laptop, segala
macam folder yang berisi kerjaan lama aku buka. Setelah dibuka-buka ternyata
ketemu juga, judulnya sama dengan yang tercantum di undangan; “Mayjed Anumerta Sutoyo Siswomiharjo-Jenderal yang memberantas korupsi”.
Hanya saja di naskahku yang asli judulnya tidak sepanjang itu. Aku pun
membacanya, aku retas setiap setiap kata, kira-kira apa yang membuat buku ini
menarik sampai-sampai bisa mendapat penghargaan dari IKAPI dan KPK, suatu
penghargaan bergengsi tentunya bagi insan perbukuan, apalagi tingkatnya
nasional.
Singkat cerita, setelah muter-muter di
belantara ibu kota bersama
rekan-rekan penerbit perwakilan Bandung, karena masing-masing
kami tunaalamat, akhrinya kami tiba di JCC untuk menghadiri penganugerahan tersebut.
Acara tersebut merupakan bagian dari acara pembukaan Indonesia International
Book Fair di Jakarta. Sayangnya, perasaan berbunga yang dibawa dari Bandung sejak mendapatkan
undangan penghargaan beberpa hari yang lalu, tiba-tiba langsung down. Saat menjambangi booth KPK di mana
buku jagoan itu dipajang, tenyata di sampul buku yang tertera bukanlah namaku,
namun orang lain. Dengan lirih, pimpinan penerbit yang menerbitkan bukuku itu berkata
bahwa ada sedikit miskom. Setelah diselidiki kesalahan itu bermuara pada sang
desainer, yaitu kesalahan penulisan nama pada kaver buku. Bukan namaku yang tercantum
di sana, meskipun di hancisnya
masih tercetak namaku sebagai penulis. Sempat berpikir
bahwa penghargaan ini salah alamat. Ditambah lagi lupa-lupa ingat pernah menulis
buku, saking banyaknya nulis buku (hehe..nyombong), walau kurang laku, semangat
sang juara semakin mengering seiring perut yang kian menjerit karena belum
sempat diisi sejak pagi.
Akhirnya acara yang ditunggu-tunggu itu tiba.
Setelah beberapa nominator dipanggil dan mendapat penghargaan, tibalah giliran
namaku dipanggil. Di layar megatron gede terpampang buku jagoanku, yang membuatku bangga, namaku dipanggil sebagai Penulis Terbaik
Kategori Nonfiksi dan Faksi Anak. Namun, sekaligus juga illfeel
karena di kaver terpampang jelas bukan namaku. Well, meskipun terjadi insiden
kesalahan penulisan nama di kaver, tapi KPK yang bekerjasama dengan IKAPI pusat
Jakarta betul teliti dan tepat dalam memilih dan menentukan pemenang. Karena
dalam buku yang bergenre nonfiksi&faksi itu, tepat pada halaman prancis,
jelas buku tersebut ditulis olehku.
Komentar
Posting Komentar